Sabtu Sore di Negeri Tak Berbatas (Pt.2)

Kebahagiaanku dengannya dibawah sinar senja ini membuatku teringat masa dulu,  tepatnya seribu tahun yang lalu. Kala itu, aku masihlah seorang pengelana antardunia yang ditugaskan ke dunia ini. Demi memperluas pengetahuan bangsa kami tentang alam semesta, setiap jiwa-jiwa muda dipersiapkan untuk mengunjungi dunia yang asing bagi kami, bangsa Esoterica. Kunjungan pertamaku di dunia ini kumulai dengan harapan singkat, yakni agar perjalananku ke kampung halaman tidak terhambat, dan aku tiba dengan selamat.

Dari sekian catatan tentang dunia yang dikunjungi bangsa kami, dunia ini cukup aneh. Lautnya mendominasi daratan, sekitar 9:1. Di ujungnya, terdapat batuan karang raksasa seluas 15,242 km dengan ketinggian 4,002 m. Planet ini hampir tidak memiliki tumbuhan hijau yang menjulang di tanahnya. Apabila planet ini dihuni makhluk hidup, maka kecil kemungkinan bagi mereka untuk bertahan, sebab tidak ada pasokan oksigen dari tumbuhan.Tidak mungkin ada yang bisa hidup di planet ini.

Setelah pengukuran dasar kulaksanakan, aku berdiam di dalam pesawatku sejenak. Aku percaya bahwa mustahil bagi seorang penjelajah untuk dikirim ke dunia yang tak dapat dihuni oleh makhluk hidup. Kalaupun tidak ada daratan.Setelah pengukuran dasar kulaksanakan, aku berdiam di dalam pesawatku sejenak. Sambil menengok ke bingkai kaca yang berembun, kusaksikan lautan megah, luas dan tak berujung itu disinari sang surya yang tenggelam.

Anehnya, mataku seperti ditipu oleh bayang-bayang matahari. 

Dari kejauhan, terlihat sesosok makhluk seperti manusia menyapaku dari dalam laut. Tidak percaya, akupun menerawang ke kejauhan menggunakan binokuler. Begitu kutengok kembali, sosok tersebut telah lenyap tak berbekas. Berdasarkan penglihatan ini, aku percaya bahwa di dunia ini ada kehidupan, atau kehidupan mungkin ditumbuhkan di sini.


Sabtu Sore di Negeri Tak Berbatas (Pt.1)

Sabtu sore itu, mungkin akan menjadi pemicu segalanya. Segala haru, cinta, benci, rindu yang menjadi satu rupa berwujud rasa. 

Teringat dalam benakku, sebuah sabtu sore dimana aku dan engkau terduduk diam.Kau bersandar di pundakku, bersamaku menikmati perginya sore sambil berbincang ringan di tanah tak berujung. Setidaknya, saat itu kita berbahagia dan saling jujur terhadap perasaan masing-masing. Saling bersandar, membagi kisah dan opini terdalam yang tak kunjung terungkapkan. Dalam cemas bercampur gembira, bersamanya aku menunggu senja datang, saat mentari pamit tuk bersembunyi Dibalik kerumunan pohon nan rindang, duduk dibawah langit yang berjajar. Kala itu, yang kuucapkan dan kupikirkan berada dalam satu sinergi yang serupa;

"Aku ingin, agar momen ini berlangsung selamanya", bisikku kepadanya.

Dalam tangis harunya, ia menjawab, "sampai matahari berpaling saja.

Saat itu, aku berdoa kepada dewata dan seluruh alam semesta; Terima kasih telah membantuku meraih bahagia.