Makin Tua Makin Jadi

Setelah menjalani pertapaan, akhirnya ranah imajiner ini terisi.

Kembalinya si pertapa dalam mencari kitab suci, bersama sejumlah kawan mulai menuju akhirnya.

Akankah dia berhasil mencapai pencerahan?

Saksikan di layar tancap terdekat.


Selamat jumpa dengan anjingbicara yang jarang berbicara di dunia ini. Mungkin memang jalan takdir mengarahkan saya sebagai penulis untuk terjebak dalam kerasnya dunia persilatan, sehingga blog ini tak banyak terisi lagi. Bagaimana kabar anda yang membaca tulisan ini? Sehat? Kalau iya, semoga tetap sehat, kalau tidak, ya semoga kesehatan itu tidak menjadi mitos bagi anda sekalian.

Melacak kembali ke posting sebelumnya, yaitu menjelang tua. Ya, setelah beberapa bulan menulis racauan tentang diri yang tidak lagi muda di dunia perkuliahan, ke"tua"an diri ini membuat saya miris, sekaligus tentram di saat yang bersamaan. Mengapa demikian? Satu alasan adalah bahwa saya semakin dekat dengan kehidupan dewasa yang penuh tantangan. Di satu sisi, menjadi orang dewasa adalah momen di mana manusia mulai bisa membohongi anak kecil dengan menciptakan mitos-mitos tidak masuk akal untuk mencegah mereka bertindak liar dan bebas.

Pemikiran semacam ini muncul di pemikiran saya, tepatnya kala dini hari ketika mencari bahan untuk membuat skripsi. Skripsi, ya, skripsi. Salah satu tantangan yang nantinya dihadapi oleh sarjana tua yang hendak memasuki dunia yang kejam. Mahasiswa semester tua berbondong-bondong mendatangi perpustakaan, kafe, dan segala tempat yang menyediakan informasi, privasi yang dibutuhkan dalam menggarap skripsi.

Satu hal yang tidak saya sadari adalah, bahwa saya tidak kunjung menyegerakan untuk menggarap skripsi yang terkatung berminggu-minggu *brb ngecek skripsi*.

Ketika saya bersila di singgasana saya (KBU), saya menatap ke sekitar, melihat lalu lalang manusia yang memenuhi koridor dan parkiran FISIP. Terbersit dalam otak, "terlalu banyak populasi manusia di sini". Mungkin, kami membutuhkan fasilitas baru, atau administrasi kelulusan yang simpel, atau mungkin wabah penyakit jenis baru yang bisa memusnahkan manusia sebanyak ini. Mungkin saja, tapi kalau itu terjadi, saya akan digebuk massa. Melihat bibit muda tersebut, saya tidak menyangka bahwa saya sudah berada di jenjang terakhir. Tidak banyak yang dapat saya katakan, selain fakta bahwa saya sudah menua di sini. Namun, ketika saya melihat teman-teman seperjuangan yang semakin bertindak liar, justru bermain-main. Cerminan perilaku mereka, seperti mengingatkan saya adalah, bahwa tidak seharusnya saya terlalu serius.

Mungkin, yang dibutuhkan oleh orang yang "merasa tua" ini adalah sebuah momen santai. Itu saja.



 

0 komentar:

Posting Komentar